Kamis, 14 November 2013
Jumat, 08 November 2013
Kamis, 07 November 2013
Analisa kasus
BAB
II
ANALISA
KASUS
Pada bab ke-2 ini, kami akan menganalisa lebih
lanjut mengenai kasus pencurian sandal yang dialami oleh AAL, dimulai dari
faktor-faktor penyebab kasus ini, hubungan kasus ini dengan hak asasi manusia,
dampak-dampak yang diakibatkan oleh kasus ini, penyelesaian konflik, dan
hukuman yang berkaitan dengan kasus ini.
Faktor-faktor yang menyebabkan konflik ketidakadilan
yang terjadi dalam kasus ini adalah ketidakadilan dalam pemberian hukuman.
Perlakuan tidak adil juga diterima oleh AAL ketika ia dimintai keterangan oleh
pihak berwajib, AAL mendapat penganiyaan dari pihak berwajib. Selain itu,
ketidakadilan yang lain juga terlihat dari perbandingan hukuman yang diterima
oleh seorang pelaku koruptor yang telah merugikan banyak orang hanya dihukum
1,5 tahun penjara, sedangkan AAL, seorang anak berusia dibawah 17 tahun
mendapatkan hukuman selama 5 tahun penjara atas kesalahannya mencuri sandal
milik seorang Brigadir.
Hak asasi
manusia (HAM) adalah hak dasar yang dimiliki sejak lahir sebagai manusia, dan
bukan diberikan oleh Negara atau masyarakat.
Manusia memiliki hak untuk hidup, hak untuk memilih agama sesuai dengan
keyakinan, hak untuk memperoleh pendidikan, hak untuk hidup bersama orang lain,
hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dan hak untuk mendapat pekerjaan. Selain
itu, tanggapan mengenai HAM lainnya muncul dari Miriam Budiarjo yang mengatakan
bahwa hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan
dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan
masyarakat.Adapun dasar dari semua hak asasi ialah bahwa manusia harus
memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya.[1]
Menurut ajaran gereja katolik, HAM adalah hak
yang melekat pada diri manusia sebagai insan dan ciptaan Allah. Hak ini
dimiliki seseorang sejak lahir karena seorang manusia dan karena itu HAM
merupakan tolak ukur dan pedoman yang tidak dapat diganggu gugat dan harus ditempatkan
di atas segala aturan hukum.
Hal-hal yang kurang
menjunjung HAM di kasus pencurian sandal jepit ini adalah AAL dimintai
keterangan dengan mendapatkan tekanan dan penganiayaan. Hal ini kurang
menjunjung HAM karena HAM sendiri adalah hak dimana setiap orang berhak
mendapatkan kehidupan yang layak, mendapat perlindungan serta bebas dari
penindasan, mendapatkan pendidikan. Selain itu AAL ini masih berumur 15 tahun,
AAL tidak seharusnya mendapat tekanan dan aniaya dari pihak berwajib.
Dampak positif yang terjadi dari
konflik percurian sandal bagi pelaku pencurian sandal berinisial AAL tersebut
yaitu pelaku menjadi jera atas perbuatannya dan mendapatkan hukuman/sanksi yang
sepantasnya, dan dampak negatifnya yaitu pelaku pencurian sandal dibawah umur
tersebut mendapat serangan secara fisik maupun mental karena pada saat di interogasi
pelaku mendapat beberapa penganiayaan yang dilakukan oleh anggota kepolisian
dan membuat pelaku menjadi trauma atas penganiayaan tersebut. Akan tetapi
dampak positif yang dilakukan oleh masyarakat yaitu melakukan gerakan
pengumpulan seribu pasang sandal dan diberikan kepada kepolisian sebagai bentuk
rasa iba yang diberikan oleh masyarakat, dan dampak negatifnya yaitu masyarakat
menjadi lebih tidak mengakui keberadaan polisi sebagai pelindung dan pengayom
bagi masyarakat seperti sebelumnya. Pada konflik pencurian sandal jepit ini
pelaku dikenai hukuman penjara 5 tahun, akan tetapi para koruptor yang memakan
uang rakyat hanya dihukum 1,5 tahun. Dampak positif sebuah konflik dapat
berfungsi sebagai sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan
yang ada di dalam masyarakat.[2]
Pihak Penyelesaian dalam masalah ini ada dua pihak
yaitu Pengadilan dan Polisi. Pengadilan karena pengadilan merupakan pihak yang
memberikan hukuman berdasakan hukuman yang berlaku di negara Indonesia terhadap
si terdakwa (AAL). Polisi karena mereka pihak yang menangkap si pelaku pencuri
sandal tersebut dan mereka yang menyerahkan kedalam pengadilan, tetapi pihak
polisi juga memiliki kesalahan yang dilarang hukum yaitu main hakim sendiri
kepada si pelaku maling sandal tersebut, hal ini terbukti dari adanya
penganiyaan yang diterima oleh AAL.
Kasus
pencurian sandal yang dibandingkan dengan kasus korupsi yang dilakukan para
koruptor merupakan kasus yang tidak adil. Ketidakadilan yang terjadi ini
berlawanan dengan konsep keadilan menurut Plato, Aristotle, dan Prof. Notonegoro.
Plato mengatakan bahwa perbuatan adil adalah perbuatan yang sesuai dengan tata
cara yang berlaku. Dalam kasus ini, hukuman yang diberikan pada pelaku tidak
sesuai dengan hukum yang berlaku. Seorang koruptor dihukum dengan hukuman yang
jauh lebih ringan dibandingkan seorang pencuri sandal, tidak hanya itu, AAL
juga mendapat penganiyaan ketika dimitai informasi.
Menurut
Aristoteles, keadilan tidak selalu persamarataan. Jadi tidak adil jika AAL
seorang pelajar dibawah umur mencuri sandal jepit dan mendapat hukuman 5 tahun
penjara sedangkan yang koruptor diatas umur mendapatkan 1,5 tahun penjara atas
perlakuannya menggelapkan uang dan merugikan banyak pihak. Dan menurut Prof.
Notonegoro, perbuatan dikatakan adil jika sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku. Lembaga
pemerintah memberi AAL hukuman dengan jerat pasal 362 KUHP yang berbunyi:
"Barang siapa
mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan
maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan
pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak sembilan ratus
rupiah".[3]
Namun, koruptor juga dapat dikatakan
‘mengambil’ uang milik negara hukumannya hanya 1,5 tahun penjara, hal ini sangat
tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Hal ketidak adilan ini juga
dinyatakan dalam kutipan berita berikut:
Kasus pencurian sandal
jepit warna
putih kusam merek “Ando” seharga Rp 30 ribu
milik Brigadir (Pol) Satu, Ahmad Rusdi Harahap, yang dilakukan oleh anak
berusia 15 tahun berinisial AAL. Seorang siswa SMKN 3 Palu Selatan, Sulawesi
Tengah. AAL harus menghadapi jerat pasal
362 KUHP dengan ancaman maksimal tuntutan 5 tahun penjara yang terjadi pada
November 2010. Kasus pencurian sandal jepit
ini tak sebanding dengan kasus korupsi yang
dimana sang koruptor hanya menjalani hukuman 1,5 tahun penjara.[4]
Menurut kami, kasus ini merupakan kasus
ketidakadilan karena menurut pancasila ke-5 Keadilan sosial berarti keadilan
yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materi maupun
spiritual. Jadi sila ke 5 berarti bahwa setiap orang Indonesia berhak mendapat
perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan
kebudayaan. Sila Keadilan sosial adalah tujuan dari empat sila yang
mendahuluinya, merupakan tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara, yang
perwujudannya ialah tata masyarakat adil-makmur berdasarkan
Pancasila. Hakekat pengertian itu sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea
kedua dan pasal-pasal 28E ayat 3 dan 34 ayat 1 UUD 1945. Yang berbunyi:
“Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”[5]
“Fakir miskin dan anak-anakyang terlantar
dipelihara oleh negara.”[6]
Jadi kesimpulan dari kelompok kami adalah AAL tidak
seharusnya diberi tekanan dan penganiayaan saat dimintai keterangan dan
seharusnya semua orang yang bersalah dihukum dengan sesuai undang-undang hukum
yang berlaku.
[1] http://www.namichan.us/2013/06/pengertian-ham-menurut-para-ahli.html, diakses tanggal 30 Oktober 2013
pukul 18:31 WIB
[2] Maryati, K. dan Suryawati, J.,2006
[3] http://modus-kejahatan.blogspot.com/2009/03/pasal-362-kuhppasal-363-kuhp-pasal-365.html, diakses pada
tanggal 2 Oktober 2013 pukul 13.15 WIB
[4] http://www.tubasmedia.com/berita/pencuri-sandal-jepit-5-tahun-penjara-koruptor-15-tahun/, diakses tanggal 2 oktober 2013 pukul 12:20 WIB
[5] http://indonesia.ahrchk.net/news/mainfile.php/Constitution/22/,
diakses tanggal 14 Oktober 2013 pukul 11:28 WIB
Jumat, 19 Juni 2009
Langganan:
Postingan (Atom)